Saturday, January 31, 2009

MUDAH LOH JADI PEJABAT

Sulitkah menjadi pejabat Eselon IV di ranah birokrasi? Jawabannya adalah mudah. Artian mudah disini adalah lebih pada prasarat pengangkatan calon pejabat Eselon IV, yakni dimulai dari seleksi pengangkatan calon pejabat Eselon IV sebagai cikal bakal calon decision maker ke depan. Prasyarat inti yang lumayan mudah dari pengangkatan calon pejabat Eselon IV (berbicara di luar prasyarat diklat dan lain-lain) adalah adanya formasi jabatan, cukup golongan, dan cukup dekat dengan atasan sehingga akan direkomendasikan oleh atasan.

Lalu bagaimana dengan prasyarat seperti : uji kompetensi, fit and proper test, background pendidikan yang sesuai dengan bakal jabatan (the right man on the right job), knowledge, skill, IQ dan EQ? Ah, itu bisa dikompromikan nanti. Nah, disinilah sebenarnya asal-muasal salah satu permasalahan pada ketidak-profesionalisme mayaritas pejabat di ranah birokrasi. Perilaku ini diakui atau tidak diakui, setuju atau tidak setuju, mau atau tidak mau, pada akhirnya akan menimbulkan Trical Down Effect (efek rembesan ke bawah).

Seperti apa yang dislogankan oleh Ki Hajar Dewantara , yakni “Ing Madya Mangun Karsa” atau di depan memberi teladan, dimana atasan/pimpinan akan menjadi Tuladha (contoh) teladan bagi staf/anak buahnya. Maka janganlah heran apabila seseorang staf berprilaku tidak profesional di dalam tugasnya. Karena boleh jadi hal tersebut adalah akibat atau buah hasil dari prilaku atasannya yang direkam setiap harinya oleh staf tersebut. Seperti pesan sebuah kata bijak, yakni “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Artinya, apa yang dilakukan oleh seorang pimpinan/atasan akan beresiko besar untuk ditiru oleh staf/anak buahnya.

Berbicara sistem, harus diakui bahwa sangat sulit untuk bisa merubah sistem jenjang karier/kepangkatan dan jabatan di ranah birokrasi, yakni Carrier System. Model ini hanya berpatokan pada Golongan seseorang yang akan dicalonkan. Sedangkan Golongan didasarkan pada titel pendidikan atau masa kerja seseorang. Ironisnya, Carrier System sama sekali tidak berpatokan pada senioritas, skill, knowledge, kridibiltas, loyalitas, totalitas, IQ dan EQ seseorang. Meskipun seseorang tersebut secara real adalah seseorang yang kreatif dan inovatif, namun malangnya Golongannya masih rendah, maka jangan harap akan bisa memegang jabatan Eselon. Suka atau tidak suka, dia hanya bisa pasrah sebagai seorang staf.

Namun, apabila seseorang memiliki golongan yang cukup, ada formasi jabatan, dan dia lumayan dekat dengan atasannya, lalu mendapat rekomendasi atasannya tersebut, maka jadilah. Apakah dia smart ataukah tidak, itu masalah nanti. Bahkan seseorang yang masih baru sekalipun, namun apabila dia memenuhi 3 prasyarat tadi, maka jadilah.

Hal inilah yang pada akhirnya menimbulkan Error3, yakni Error di tingkat Eselon IV, Error ditingkat Eselon III dan Error di tingkat Eselon II, bahkan sebagai bonusnya akan terjadi Error juga pada level bawah yakni staf. Dengan kata lain, model ini adalah bentuk investasi masalah krisis profesionalitas pada masa ke depan.

Boleh saja sistem pengangkatan calon pejabat Eselon IV menggunakan model Carrier System, namu seyogyanya juga dilakukan serangkaian uji kompetensi seperti halnya apa yang berlaku pada penerimaan CPNS, anggota KPU, anggota KPK, seleksi Kapolri, seleksi Panglima ABRI bahkan pemilihan Presiden sekalipun.

Berkiblat pada promosi kenaikan Grid (golongan) pada perusahaan-perusahaan swasta, seperti misalnya PT. ASTRA. Dimana dilakukan serangkaian uji kompetensi di hadapan jajaran direksi dan komisaris, yang notabenenya mereka adalah para ekspatriat. Dan tidak hanya satu calon pejabat untuk satu lowongan jabatan yang dipromosikan, namun ada beberapa kandidat yang bersaing. Sehingga, mau tidak mau, para kandidat tersebut akan benar-benar memaksimalkan kemampuan dan keahlian mereka di dalam uji kompetensi tersebut.

Nah, apakah hal tersebut terjadi didalam pengangkatan calon pejabat Eselon IV? Problematika inilah yang seharusnya di Reformasi oleh Menpan untuk melahirkan sebuah Kebijakan tentang adanya Uji Kompetensi serta The Right Man on The Right Job di dalam seleksi pengangkatan calon pejabat Eselon IV. Dengan dilakukan serangkaian uji kompetensi, pada akhirnya akan menjadi cambuk positif bagi semua aparatus yang bercita-cita ingin menjadi pejabat. Sehingga pada aparatus akan berlomba-lomba untuk meningkatkan kemampuan (skill) dan pengetahuan (knowledge) mereka di dalam tugas-tugas keseharian. Budaya feodalistik dan paternalistik pun (patologi birokrasi Indonesia) secara perlahan-lahan bisa dihilangkan dari ranah birokrasi. Meskipun budaya ini telah berakar di dalam ranah birokrasi Indonesia. Semoga.

Selanjutnya...